This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Minggu, 28 Januari 2018
Sabtu, 05 Maret 2016
cara menampilkan cuma judul postingan di label
Seharusnya blog anda memiliki navigasi yang user friendly, sehingga memudahkan visitor untuk meng-eksplore isi blog. Alangkah lebih efesiennya jika pengunjung meng-klik sebuah label, maka yang tampil adalah judul posting saja (mirip daftar isi). Kemudian dengan suka-cita pengunjung tersebut akan memilih, judul mana yang nantinya akan menampilkan isi posting sesuai dengan keinginannya.
Cara membuat klik label yang tampil hanya judul posting adalah sebagai berikut :
- Login ke account blogger.
- Pilih tab Tata Letak --> Edit HTML --> centang "Expand Template Widget".
- Cari kode di bawah ini :
<!-- posts -->
<div class='blog-posts hfeed'>
<b:include data='top' name='status-message'/>
<data:adStart/>
<b:loop values='data:posts' var='post'>
<b:if cond='data:post.dateHeader'>
<h2 class='date-header'><data:post.dateHeader/></h2>
</b:if>
<b:include data='post' name='post'/>
Tips : Tekan tombol F3 di keyboard. Maka akan timbul menu toolbar pencarian di bawah browser (Firefox), sehingga anda tinggal memasukkan kata yang ingin dicari.
- Ganti semua kode yang berwarna merah dengan kode berikut :
<b:if cond='data:blog.homepageUrl !=
data:blog.url'>
<b:if cond='data:blog.pageType != "item"'>
<a expr:href='data:post.url'>
<data:post.title/></a><br/><br/>
<b:else/>
<b:include data='post' name='post'/>
</b:if>
<b:else/>
<b:include data='post' name='post'/>
</b:if>
- Jangan lupa disimpan
Selamat Membuat Klik Label Yang Tampil Hanya Judul Posting
Selasa, 01 Maret 2016
Biotada diri saya
ALAMAT : MNS.RAYEUK.NISAM
STATUS : BELUM KAWIN
PEKERJAAN: BELAJAR DI PESANTREN
LHR/TGL/THN: 13-04-1987
AGAMA : ISLAM
HOBI : OLAH RAGA,MEMBACA AND TIDUR
ALMT WEB : HTTP://WWW. ABEUHMEULI.BLOGSPOT.COM
EMAIL : SAGAIRAUL@GMAIL.COM
PROFIL DAYAH RAUDHATUL MA'ARIF DIDESA COT TRUENG
Agama Islam sudah hadir di Aceh pada awal abad 4 Hijriah. Agama Islam tumbuh dan berkembang dengan pesat sehingga menjadi agama rakyat yang kemudian menjadi agama resmi kerajaan Aceh. Sebagai agama resmi kerajaan ia berfungsi sebagai landasan dan asas bagi pembinaan adat, budaya dan karakter masyarakat yang santun. Lewat bimbingan ajaran agama Islam secara konprehensif masyarakat Aceh waktu itu menjadi masyarakat madani yang jujur, adil, ikhlas dan berani menegakkan kebenaran serta mengusir kezaliman. Dari semangat itulah lahir sikap ksatria dan semangat juang untuk mengusir penjajahan. Keberadaan Islam ketika itu mengantarkan Aceh menjadi salah satu dari lima Negara Islam yang disegani, dan memberikan warna tersendiri dalam sejarah perkembangan Islam di bumi Iskandar Muda.
Sejarah perjalanan perkembangannya di Aceh agama Islam mengakar dalam masyarakat, tidak terlepas dari perjuangan para ulama bersama Pendidikan Islam yang diasuhnya. Lembaga khas yang sangat identifikasi dengan Islam itu sampai hari ini telah berkembang diseluruh wilayah Aceh yang dikenal dengan sebutan (nama) Dayah atau Pesantren dalam istilah bahasa Indonesia. Dayah berasal dari bahasa Arab “Zawiyyah” yang berarti sudut, maksudnya adalah pengajian yang diadakan di sudut-sudut Mesjid, pengajian disudut-sudut Mesjid merupakan pola pendidikan khas agama Islam di abad pertengahan. Semenjak lahirnya hingga sekarang ini dayah disamping berperan sebagai Lembaga Pendidikan yang melahirkan kader Ulama dan pemimpin Aceh secara berkesinambungan, juga berperan sebagai lembaga sosial kemasyarakatan yang cukup banyak menyumbangkan ide-ide bagi pemberdayaan masyarakat sekitarnya. Karena fungsi ganda yang telah diperankan oleh Dayah, maka tidak berlebihan jika oleh masyarakat mengklaim bahwa Dayah adalah milik mereka, secara positif perasaan memiliki itu mendorong mereka untuk mengabdikan diri bagi kepentingan dan kesinambungan kehidupan Dayah melalui bantuan dan perhatian penuh terhadap lembaga suci itu. Tarik menarik dan saling mengisi (interaktif dan interpedensi) antara Dayah dengan masyarakat telah menguatkan sisi masing-masing yang bersekwensi positif bagi kejayaan syariat Islam di tanah Serambi Makkah ini.
Sejarah perjuangan Dayah di masa lalu telah mencatat prestasi gemilang. Ini terukir dengan kiprah para ulama yang notabenenya adalah sebagai elit kaum Dayah semasa sebelum kemerdekaan, dimana mereka memegang kendali kepemimpinan berkharisma yang malah berpengaruh dari pada kekuasan formal pada masa penjajahan. Kaum Dayah juga tampil sebagai komando jihad untuk mengusir penjajah demi kebebasan rakyat dari penindasan. Nama Tgk Chik Serta ulama, para syuhada yang lain tampil sebagai bukti sejarah bahwa sesungguhnya kaum Dayah adalah para pejuang dan pemimpin perjuangan.
SEJARAH BERDIRI
Mesjid tua yang masih berdiri kokoh di desa Cot Trueng merupakan mesjid yang sarat dengan nilai sejarah karena mesjid ini didirikan oleh Teuku Bentara Keumangan seorang Ulee Balang dari Keumangan Pidie, yang didirikan kira-kira pada tahun 1812M. Diseputaran mesjid ini didirikanlah balai-balai untuk pengajian. Dari generasi ke generasi pengajian di pekarangan mesjid tersebut terus berlanjut, walau sempat terjadi pasang surut ketika agresi Kolonial Belanda berkecamuk. Hingga di akhir penjajahan Jepang tercatat dua orang ulama yang mengajar di mesjid Cot Trueng, yaitu Teungku H Muhammad Syam yang terkenal dengan panggilan Teungku Di Lhokweng, kemudian diteruskan oleh Teungku Abdullah Geuchik Paneuk yang merupakan putera daerah Cot Trueng.
Sekitar tahun 1934 Teungku Abubakar yang terkenal dengan panggilan Abu Cot kuta, yang berasal dari Cot Kuta Sawang mendirikan pengajian di sekitar mesjid Krueng Mane. Beliau merupakan ulama terkenal dimasa tersebut, sehingga tercatat sebagai ulama dizaman pembaharuan dalam buku “Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia” karangan Prof Dr Mahmud Yunus. Zaman pembaharuan ialah masa dimana ulama mulai mendirikan pengajian kembali setelah perang yang berkepanjangan dengan pihak Kolonial Belanda, yang telah menyebabkan hilangnya penerus-penerus agama. Patut diketahui Ulama-ulama tersebut bukanlah membelot kepada pihak Kolonial, tapi mereka diperintahkan oleh Tgk Chik Di Tiro untuk menyerah dan wajib lapor kepada Belanda agar keseimbangan antara pendidikan agama dan umum (pendidikan kepada para anak-anak Ulee Balang yang dibentuk oleh Belanda) tercapai setelah para Ulee Balang lebih dahulu menyerah. Hal itu disebabkan oleh ketakutan Tgk Chik Di Tiro akan hilangnya ilmu agama akibat perang yang berkepanjangan yang sudah banyak merengut nyawa para tokoh-tokoh agama.
Di awal tahun 1946 beliau berencana untuk pindah dari Krueng Mane karena kondisi keamanan tidak memungkinkan lagi. Akhirnya berkat kesepakatan dengan masyarakat Kemesjidan Cot Trueng, pindahlah Abu Cot Kuta ke mesjid Cot Trueng sehingga berdirilah Lembaga Pendidikan Islam Dayah Raudhatul Ma’arif pada tahun 1946 dibawah pimpinan Tgk Abu Bakar (Abu Cot Kuta), berlokasi di Mesjid Al-Akmal Desa Cot Trueng, Kemukiman Bungkaih, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, Propinsi Aceh, Kira-kira 59 km disebelah barat Lhoksukon (Ibu Kota Aceh Utara), atau kira-kira 25 Km disebelah barat kota Lhokseumawe. Di bawah kepemimpinan Abu Cot Kuta Dayah Raudhatul Ma’arif ini telah banyak menghasilkan alumni–alumni yang sebagian dari mereka bisa melanjutkan studinya, baik didalam negeri maupun diluar negeri. Ada pula yang bekerja di Instansi Pemerintahan, berwiraswasta dan ada pula yang membuka cabang Pesantren di desanya masing-masing.
Setelah beliau wafat pada tahun 1969 lembaga ini terhenti sebagai sebuah dayah yang dikunjungi santri dari luar daerah, karena tidak ada pimpinan yang dapat meneruskannya namun begitu pengajian di Lembaga Pendidikan ini terus berlanjut sebagaimana sebelum kehadiran Abu Cot Kuta ke Cot Trueng. Setelah Abu Cot Kuta tiada, pengajian dilanjutkan oleh Tgk M Thaib Yusan Geurugok sekitar dua tahun, beliau merupakan guru pembantu semasa Abu Cot Kuta. Kemudian diteruskan oleh Tgk Ishaq Ali, pada tahun 1986 Tgk Ishaq Ali menerima panggilan Ilahi. Kemudian dilanjutkan oleh Tgk M Yusuf Ben Cut keduanya merupakan putera Cot Trueng.
Keinginan masyarakat Kemesjidan Cot Trueng untuk menghidupkan kembali Dayah Raudhatul Ma’arif semakin menggebu setelah adanya harapan pimpinan di masa depan dayah tersebut, yaitu Tgk Muhammad Amin Daud yang merupakan cucu almarhum Abu Cot Kuta. Pada waktu itu Tgk M Amin Daud sudah menjadi guru besar didayah MUDI Samalanga (Tgk M Amin mengaji di Samalanga sudah sejak tahun 1973). Maka atas kesepakatan pemuka masyarakat Kemesjidan Cot Trueng dan para alumni diresmikanlah kembali Dayah Raudhatul Ma’arif pada tanggal 21 Juni 1993 M bertepatan dengan 1 Muharram 1414 H dibawah pimpinan Teungku H Muhammad Amin Daud.
Semasa kepemimpinan Tgk H. M Amin Daud yang biasa dipanggil dengan Ayah Cot Trueng, nama Dayah Raudhatul Ma’arif ditambahlah dengan kata-kata Al-‘Aziziyyah diujungnya sehingga menjadi Dayah Raudhatul Ma’arif Al-‘Aziziyyah dikarenakan Ayah Cot Trueng adalah alumni dayah MUDI Samalanga. Dibawah kepemimpinan beliau ruh Abu Cot Kuta terasa hidup kembali di Cot Trueng, sehingga Dayah Raudhatul Ma’arif Al-‘Aziziyyah menjadi dayah yang maju dan terkenal. Hal ini dapat dibuktikan dengan hadirnya santri dari berbagai kabupaten di Propinsi Aceh juga dari luar Aceh.
SISTIM PENDIDIKAN
Sistim Pendidikan yang sekarang ditempuh adalah sistim pendidikan Salafiyyah (tradisional) dengan pengkajian kitab berbahasa Arab ( Kitab Kuning) dari bermacam disiplin ilmu agama yang mencakupi sebagai berikut: Ulumul Qur’an, Nahwu, Sharaf, Tafsir Al-Qur’an, Bayan, Musthalah Hadis, Ushul Fiqh, Tafsir Hadits, Mantiq, Tauhid, Balaghah, Fiqh, Tasauf danTarikh Islam. Juga dipelajari cara berpidato (Muhadharah) dan cara membaca Shalawat yang berbentuk syair-syair Arab (Barzanji, Dala-il Khairat) sebagai pelajaran ekstra kurikuler.
PENUTUP
Dayah atau Pesantren berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan lain yang bukan Dayah. Produknya pun berbeda. Diantara ciri khususnya yaitu kesederhanaan. Sederhana tempat dan gedungnya, sederhana kehidupan santrinya. Tujuannya tidak muluk-muluk, cukup sederhana dan hanya satu, yaitu mencetak manusia yang baik. Baik segala-galanya, termasuk ilmu dan penggunaannya juga yang baik. Biar kemanfaatannya benar-benar baik. Jadi pesantren ingin mewujudkan kebaikan lewat kesederhanaan. Bukan kesederhanan yang baik, bukan pula kebaikan yang sederhana, tetapi kebaikan disegala bidang, kebaikan pada kemewahan, kebaikan pembangunan, kebaikan pada cara berfikir dan sebagainya. Kebaikan-kebaikan tersebut oleh Dayah akan diciptakan lewat jalan kesederhanaan.
Oleh karena itu, Dayah membekali santrinya dengan nilai dasar kebaikan. Yaitu keikhlasan, ikhlas adalah tanpa pamrih. Jiwa keikhlasan santri tampak lebih menonjol daripada sikap-sikap kejiwaan yang lain. Semakin tebal jiwa keikhlasan tertanam pada Dayah, makin pesatlah perkembangan kemajuan Dayah itu. Keikhlasan akan mempertebal keyakinan, membuat orang selalu optimis dan semakin maju. Semangat keikhlasan membuat orang sedia memulai usaha dari nol kembali. Membuat orang bersedia berkorban demi agama, Nusa dan Bangsa. Keikhlasan ukuran pertama gersangnya suatu Dayah. Dengan keikhlasan yang tinggi, seorang Teungku yang tadinya tidak dikerumuni oleh beratus-ratus santri, menjadi rumahnya terjepit ditengah-tengah kamar santri.
Santri ikhlas belajar, ia belajar dengan tanpa pamrih. Ia mengabdi tanpa pamrih, menolong tanpa pamrih, berjuang tanpa pamrih, membangunpun tanpa pamrih. Pola tanpa pamrih itulah ajaran sang Teungku/Ulama. Karena benar-benar tanpa pamrih, maka Teungku/Ulama selalu mendapat perkenan dihati setiap orang. Mendapat penuh kepercayaan, menjadi tempat mengadu dan dijadikan pemutus kata.